Minggu, 14 Agustus 2011

INFARK MIOKARD AKUT



A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Miokard infark adalah kematian otot jantung yang diakibatkan oleh kekurangan aliran darah atau oksigen. Penyebabnya adalah penyempitan atau sumbatan pembuluh darah koroner.
2. Etiologi
Penyebabnya dapat karena penyempitan kritis arteri koroner akibat arterosklerosis atau oklusi arteri komplet akibat embolus atau trombus. Penurunan aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragi. Pada setiap kasus terdapat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak dapat tertahankan lagi.
c. Nyeri ini sangat sakit, seperti ditusuk-tusuk yang dapat menjalar kebahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual serta muntah.
g. Pasien dengan diabetes mellitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (menumpulkan pengalaman nyeri).

4. Jenis-Jenis Miokard Infark
a. Miokard Infark Subendokardial.
Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap iskemia dan infark. Miokard infark subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau hipertrofi ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat relatif ringan, kecenderungan iskemia dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar setelah pasien dipulangkan dari Rumah Sakit.
b. Miokard Infark Transmural.
Pada lebih dari 90 % pasien miokard infark transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis seing terjadi di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerotik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Termasuk disini misalnya perdarahan dalam plaque aterosklerotik dengan hematom intramural, spasme yang umumnya terjadi di tempat aterosklerotik yang emboli koroner. Miokard infark dapat terjadi walau pembuluh koroner normal, tetapi hal ini amat jarang.
5. Patofisiologi
ISKEMIA
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium lokal. Pada iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium sehingga akan mengubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi metabolisme anaerob. Pembentukan fosfat berenergi tinggi akan menurun. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat akan tertimbun sehingga pH sel menurun.
Efek hipoksia, berkurangnya energi serta asidosis dengan cepat menganggu fungsi ventrikel kiri, kekuatan kontraksi berkurang, serabut-serabutnya memendek, daya dan kecepatannya berkurang. Gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali kontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakkan jantung akan mengubah hemodinamika. Perunahan ini bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung sehingga akan memperbesar volume ventrikel akibatnya tekanan jatung kiri akan meningkat. Juga tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan meningkat.
Manifestasi hemodinamika pada iskemia yang sering terjadi yaitu peningkatan tekanan darah yang ringan dan denyut jantung sebelum timbulnya nyeri yang merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas merupakan respon vagus.
Iskemia miokardium secara khas disertai perubahan kardiogram akibat perubahan elektrofisiologi seluler yaitu gelombang Tterbalik dan depresi segmen ST. Serang iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit bila ketidakseimbangan atara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan elektrokardiografik bersifat reversibel.
INFARK
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh daerah iskemia.
30 menit setelah terjadi sumbatan, perdarahan metabolik terjadi sebagai akibat dari iskemia. Glikosis anaerob berperan dalam menyediakan energi untuk menghasilkan laktase. Perubahan-perubahan pada elektro potensial membran, setelah 20 menit terjadi perubahan-perubahan seluler meliputi ruptur lisotum dan defek struktural sarkolema yang menjadi ireversibel pada sentral zone infark. Zone iskemia yang ada di sekitar area infark mungkin tersusun oleh sel-sel normal atau sel-sel abnormal. Area iskemia ini dapat membalik apabila sirkulasi terpenuhi secara adekuat. Tujuan terapi adalah memperbaiki area iskemia tersebut dan mencegah perluasan sentral zone nekrosis.
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau trombus. Penurunan aliran darah koroner juga bisa diakibatkan oleh syok atau perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri, infark transmural mengenai seluruh tebal dinding miokard, sedangkan infark subendokardial nekrosisnya hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel. Letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi koroner, misalnya infark anterior dinding anterior disebabkan karena lesi pada ramus desendens anterior arteria koronaria sinistra, infark dinding inferior biasanya disebsbkan oleh lesi pada arteria coronaria kanan.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis., kehilangan daya kontraksi, sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan kontraksi.
Miokard infark mengganggu fungsi ventrikuler dan merupakan predisposisi terhadap perubahan hemodinamik yang meliputi : Kemunduran kontraksi, penurunan stroke volume, gerakan dinding abnormal, penurunan fraksi ejeksi, peningkatan ventrikuler kiri pada akhir sistole dan volume akhir diastole, dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikuler. Mekanisme kompensasi output cardial dan perfusi yang mungkin meliputi stimulasi refleks simpatetik untuk meningkatkan kecepatan jantung, vasokonstriksi, hipertrofi ventrikuler, serta retensi air tuntutan dengan miokardial. Tapi direncanakan untuk mencukupi kebutuhan dengan dan menurunkan tuntutan terhadap oksigen.
Gangguan fungsional ini tergantung dari berbagai faktor; seperti:
• Ukuran infark: 40% berkaitan dengan syok kardiogenik.
• Lokasi infark: dinding anterior lebih besar mengurangi fungsi mekanik dibandingkan dinding inferior.
• Fungsi miokardium yang terlibat: infark tua akan membahayakan fungsi miokardium sisanya.
• Sirkulasi kolateral: dapat berkembang sebagai respon iskemia yang kronik dan hipoperfusi regional guna memperbaiki aliran darah yang menuju ke miokardium yang terancam.
• Mekanisme kompensasi dari kardiovaskuler: bekerja untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer.
Miokard infark paling sering terjadi pada ventrikel kiri dan dapat dinyatakan sesuai area miokardium yang terkena. Apabila mengenai tiga sekat dinding miokardium maka disebut infark transmural dan apabila hanya sebatas bagian dalam miokardium disebut infark sebendokardial. Miokard infark juga dapat dinyatakan sesuai dengan lokasinya pada jantung, yang secara umum dapat terjadi pada sisi posterior, anterior, septal anterior, anterolateral, posteroinferior dan apical. Lokasi dan luasan lesi menentukan sejauhmana kemunduran fungsi terjadi, komplikasi dan penyembuhan.
Dengan menurunnya fungsi ventrikel, diperlukan tekanan pengisian diastolik dan volume ventrikel akan meregangkan serabut miokardium sehingga meningkatkan kekuatan kontraksi (sesuai hukum starling). Tekanan pengisian sirkulasi dapat ditingkatkan lewat retensi natrium dan air oleh ginjal sehingga infark miokardium biasanya disertai pembesaran ventrikel kiri. Sementara, akibat dilatasi kompensasi kordis jantung dapat terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk meningkatkan daya kontraksi dan pengosongan ventrikel.
Proses penyembuhan miokard infark memerlukan waktu beberapa minggu. Dalam waktu 24 jam terjadi udema seluler dan infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dibebaskan menuju sel. Degradasi jaringan dan nekrosis terjadi pada hari kedua atau ketiga. Pembentukan jaringan parut dimulai pada minggu ketiga sebagai jaringan konektif fibrous yang menggantikan jaringan nekrotik, jaringan parut menetap terbentuk dalam 6 minggu sampai 3 bulan.
6. Faktor Pencetus
Faktor pencetus terjadinya Miokard infark yaitu :
a. Stress.
b. Cuaca yang dingin atau panas.
c. Pekerjaan fisik.
d. Merokok.
e. Minum kopi.
1. Komplikasi Klinik
• gagal jantung kongesif
• Syok kardiogenik
• Disfungsi otot papilaris
• Defek septum ventrikel
• Ruptura jantung
• Aneurisma ventrikel
• Tromboembolisme
• Perikarditis
• Aritmia



2. Hal-Hal Yang Bisa Menyebabkan Infark Miokardium
a. Aterosklerosis
Kolesterol dalam jumlah banyak berangsur menumpuk di bawah lapisan intima arteri. Kemudian daerah ini dimasuki oleh jaringan fibrosa dan sering mengalami kalsifikasi. Selanjutnya akan timbul “plak aterosklerotik” dan akan menonjol ke dalam pembuluh darah dan menghalangi sebagian atau seluruh aliran darah.
b. Penyumbatan koroner akut
Plak aterosklerotik dapat menyebabkan suatu bekua darah setempat atau trombus dan akan menyumbat arteria. Trombus dimulai pada tempat plak ateroklerotik yang telah tumbuh sedemikian besar sehingga telah memecah lapisan intima, sehingga langsung bersentuhan dengan aliran darah. Karena plak tersebut menimbulkan permukaan yang tidak halus bagi darah, trombosit mulai melekat, fibrin mulai menumpuk dan sel-sel darah terjaring dan menyumbat pembuluh tersebut. Kadang bekuan tersebut terlepas dari tempat melekatnya (pada plak ateroklerotik) dan mengalir ke cabang arteria koronaria yang lebih perifer pada arteri yang sama.
c. Sirkulasi kolateral di dalam jantung
Bila arteria koronaria koronaria perlahan-lahan meyempit dalam periode bertahun-tahun, pembuluh-pembuluh kolateral dapat berkembang pada saat yang sama dengan perkembangan arterosklerotik. Tetapi, pada akhirnya proses sklerotik berkembang di luar batas-batas penyediaan pembuluh kolateral untuk memberikan aliran darah yang diperlukan. Bila ini terjadi, maka hasil kerja otot jantung menjadi sangat terbatas, kadang-kadang emikian terbatas sehingga jantung tidak dapat memompa jumlah aliran darah normal yang diperlukan.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiografi (EKG): Adanya gelombang patologik disertai peninggian segmen ST ( ST Elevasi) yang konveks dan diikuti gelombang T yang negatif dan simetrik. Yang terpenting ialah kelainan Q yaitu menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari 1/3).
Tampilan elevasi segmen ST berbeda antara :
- STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction)
- NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial Infarction)- di diagnosis ketika enzim jantung mengalami kenaikan.
Sadapan dengan ST elevasi menolong petugas kesehatan untuk melihat daerah mana dari jantung yang mengalami infark. Juga dapat memprediksikan arteri yang rusak.
Dinding yang dipengaruhi Sadapan yang menampilkan ST elevasi Sadapan yang menampilkan depresi segmen ST Arteri yang dicurigai rusak

b. Laboratorium :
Creatin fosfakinase (CPK). Iso enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah naik pada hari pertama (kurang lebih 6 jam sesudah serangan) dan sudah kembali kenilai normal pada hari ke 3.
SGOT (Serum Glutamic Oxalotransaminase Test) Normal kurang dari 12 mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12-48 jam sesudah serangan dan akan kembali kenilai normal pada hari ke 4 sampai 7.
LDH (Lactic De-hydroginase). Normal kurang dari 195 mU/ml. Kadar enzim baru naik biasanya sesudah 48 jam, akan kembali ke nilai normal antara hari ke 7 dan 12.
c. Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya peninggian LED,lekositosis ringan dan kadang-kadang hiperglikemia ringan.
d. Kateterisasi: Angiografi koroner untuk mengetahui derajat obstruksi.
e. Radiologi. Hasil radiologi tidak menunjukkan secara spesifik adanya infark miokardium, hanya menunjukkan adanya pembesaran dari jantung.
4. Pengobatan iskemia dan infark
Pengobatan iskemia miokardium ditujukan kepada perbaikan keseimbangan oksigen (kebutuhan miokardial akan oksigen) dan suplai oksigen.Untuk pemulihan dilakukukan dengan mekanisme:
1. Pengurangan kebutuhan oksigen.
2. Peningkatan suplai oksigen
Ada tiga penentu utama untuk pengurangan kebutuhan oksigen, yang dapat diatasi dengan terapi adalah :
1. Kecepatan denyut nadi
2. Daya kontraksi
3. Beban akhir (tekanan arteria dan ukuran ventrikel )
4. Beban kebutuhan jantung dan kebutuhan akan oksigen dapat dikurangi dengan menurunkan kecepatan denyut jantung, kekuatan kontraksi, tekanan arteria dan ukuran ventrikel.
Nitrogliserin
Terutama untuk dilatasi arteria dan vena perifer dengan memperlancar distribusi aliran darah koroner menuju daerah yang mengalami iskemia meliputi; vasodilatasi pembuluh darah kolateralis. Dilatasi vena akan meningkatkan kapasitas penambahan darah oleh vena diperifer, akibatnya aliran balik vena ke jantung menurun sehingga memperkecil volume dan ukuran ventrikel. Dengan demikian vasodilatasi perifer akan mengurangi beban awal akibatnya kebutuhan oksigen pun akan berkurang.
Propranol (inderal)
Suatu penghambat beta adrenergik, menghambat perkembangan iskemia dengan menghambat secara selektif pengaruh susunan saraf simpatis terhadap jantung. Pengaruh ini disalurkan melalui reseptor beta. Rangsangan beta meningkatkan kecepatan denyut dan daya kotraksi jantung . Proprenol menghambat pengaruh-pengarug ini, dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.
Digitalis
Digitalis dapat meredakan angina yang menyertai gagal jantung dengan meningkatkan daya kontraksi dan akibatnya akan meningkatnya curah sekuncup. Dengan meningkatnya pengosongan ventrikel, maka ukuran ventrikel berkurang. Meskipun kebutuhan akan oksigen meningkat akibat meningkatnya daya kontraksi, hasil akhir dari pengaruh digitalis terhadap gagal jantung adalah menurunkan kebutuhan miokardium akan oksigen.
Diuretika
Mengurangi volume darah dan aliran balik vena ke jantung, dan dengan demikian mengurangi ukuran dan volume ventrikel.
Obat vasodilator dan antihipertensi dapat mengurangi tekanan dan resistensi arteria terhadap ejeksi ventrikel, akibatnya beban akhir menurun/berkurang.
Sedativ dan antidepresan juga dapat mengurangi angina yang ditimbulkan oleh stres atau depressi.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN DASAR
a. Aktivitas
Gejala:
o Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
o Pola hidup menetap, jadwal olahraga tidak teratur
Tanda:
o Takikardi, dispnea pada waktu istirahat/aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala:
o Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, diabetes mellitus.
Tanda:
o TD: dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri.
o Nadi: dapat normal; penuh/tak kuat, lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
o Bunyi jantung: bunyi jantung ekstra S3/S3 mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel
o Murmur: bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papiler.
o Friksi: dicuragai perikarditis
o Irama jantung: dapat teratur atau tidak teratur
o Edema: distensi vena jugular, edema dependen/perifer, edema umum, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
o Warna: pucat atau sianosis/kulit abu-abu, kuku datar, pada membrane mukosa dan bibir.
c. Integritas Ego
Gejala:
o Menyangkal gejala penting/adanya kondisi
o Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
o Marah pada penyakit/perawatan yang “tak perlu”
o Kuatir tentang keluarga, kerja, keuangan.
Tanda:
o Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
o Gelisah, marah, perilaku menyerang
o Fokus pada diri sendiri/nyeri.
d. Eliminasi:
Tanda:
o Normal atau bunyi usus menurun
e. Makanan/cairan
Gejala:
o Mual, kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
o Penurunan turgor kulit; kulit kering/berkringat
o Muntah
o Perubahan berat badan
f. Higiene:
o Gejala/tanda: kesulitan melakukan tugas perawatan
g. Neurosensori
Gejala:
o Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istirahat)
Tanda:
o Perubahan mental
o Kelemahan
h. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
o Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat tidak berhubungan dengan aktivitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
o Lokasi: tipikal pada dada anterior, substernal, prekordia; dapat menyebar ke tangan, rahang dan wajah.
o Kualitas: ‘chursing’ menyempit, berat, menetap tertekan.
o Intensitas: biasanya 10 pada skala 1 – 10; mungkin pengalaman nyeri yang belum pernah dirasakan.
o Catatan: nyeri mungkin tak ada pasien pasca operasi, dengan diabetes mellitus atau hipertensi atau lansia.
Tanda:
o Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
o Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
o Menarik diri, kehilangan kontak mata
o Respon otomatik: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, warna kulit/kelembaban, pernapasan, kesadaran.
i. Pernapasan
Gejala:
o Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal.
o Batuk dengan/tanpa produksi sputum.
o Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronik.
Tanda:
o Peningkatan frekuensi pernapasan, napas sesak/kuat.
o Pucat atau sianosis.
o Bunyi napas: bersih atau krekels/mengi.
o Sputum: bersih, merah muda kental
j. Interaksi social
Gejala:
o Stress saat ini contoh kerja, keluarga
o Kesulitan koping dengan stressor yang ada, contoh penyakit, perawatan di RS
Tanda:
o Kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut)
o Menarik diri dari keluarga
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
o Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit vaskuler perifer
o Penggunaan tembakau.
Pertimbangan
o DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 7,3 hari (2 – 4 hari/ccu)
Rencana pemulangan
o Bantuan pada persiapan makan, belanja, transportasi, perawatan rumah/memelihara tugas, susunan fisik rumah
2. PERIORITAS KEPERAWATAN
a. Menghilangkan nyeri, cemas.
b. Menurunkan kerja miokard
c. Mencegah/mendeteksi dan membantu pengobatan disritmia yang mengancam hidup atau komplikasi.
d. Meningkatkan kesehatan jantung, perawatan diri.
3. TUJUAN PEMULANGAN
a. Tidak ada nyeri dada/terkontrol
b. kecepatan jantung/irama mampu mempertahankan curah jantung adekuat/perfusi jaringan.
c. Meningkatkan tingkat aktivitas untuk perawatan diri dasar.
d. Ansietas berkurang/teratasi
e. Proses penyakit, rencana pengobatan, dan prognosis dipahami.

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi/yang utama :
a. Nyeri dada yang berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
Kriteria :
 Nyeri dada hilang/terkontrol
 Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi
 Klien tampak rileks,mudah bergerak
Intervensi :
1) Kaji keluhan pasien mengenai nyeri dada, meliputi : lokasi, radiasi, durasi dan faktor yang mempengaruhinya.
R/: Data tersebut membantu menentukan penyebab dan efek nyeri dada serta merupakan garis dasar untuk membandingkan gejala pasca terapi.
2) Berikan istirahat fisik dengan punggung ditinggikan atau dalam kursi kardiak.
R/: Untuk mengurangi rasa tidak nyaman serta dispnea dan istirahat fisik juga dapat mengurangi konsumsi oksigen jantung.
3) Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina
R/: Untuk membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya,sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarditis
4) Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera
R/: Untuk memberi intervensi secara tepat sehingga mengurangi kerusakan jaringan otot jantung yang lebih lanjut
5) Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman
R/: Menurunkan rangsang eksternal
6) Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan,perilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
R/: Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri
7) Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik
R/: Hipotensi /depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian narkotik. Dimana keadaan ini dapat meningkatkan kerusakan miokardia pada adanya kegagalan ventrikel
8) Kolaborasi dengan tim medis pemberian :
a) Antiangina (NTG)
R/: Untuk mengontrol nyeri dengan efek vasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia
b) Penyekat β (atenolol)
R/: Untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis, sehingga menurunkan fungsi jantung, TD sistolik dan kebutuhan oksigen miokard
c) Preparat analgesik (Morfin Sulfat).
R/: Untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi dan mengurangi kerja miokard
d) Pemberian oksigen bersamaan dengan analgesik
R/: Untuk memulihkan otot jantung dan untuk memastikan peredaan maksimum nyeri (inhalasi oksigen menurunkan nyeri yang berkaitan dengan rendahnya tingkat oksigen yang bersirkulasi).
b. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek obat depresan jantung
Kriteria Hasil :
 Klien dapat melakukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur dengan frekuensi jantung/irama jantung dan TD dalam batas normal
 Kulit teraba hangat, merah muda dan kering

Intervensi :
1) Pantau frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, sesudah beraktivitas sesuai indikasi
R/: Untuk menentukan tingkat aktivitas klien yang tidak memberatkan curah jantung
2) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik, berikan aktivitas senggang yang tidak berat
R/: Menurunkan kerja miokard, sehingga menurunkan risiko komplikasi
3) Anjurkan pasien untuk tidak mengejan saat defekasi
R/: Dengan mengejan dapat mengakibatkan manuver valsava sehingga terjadi bradikardi, menurunnya curah jantung, takikardi dan peningkatan TD
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat akyivitas
R/: Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan
5) Observasi gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktivitas
R/: Palpitasi, nadi tidak teratur, adanya nyeri dada atau dispnea dapat mengindikasikan kebutuhan perubahan program olahraga atau diet.
c. Risiko penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama, konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark, kerusakan struktural
Kriteria Hasil :
• TD, curah jantung dalam batas normal
• Haluaran urine adekuat
• Tidak ada disritmia
• Penurunan dispnea, angina
• Peningkatan toleransi terhadap aktivitas

Intervensi :
1) Pantau tanda vital : frekuensi jantung, TD,nadi
R/: Untuk mengetahui adanya perubahan TD,nadi secara dini sehingga memudahkan dalam melakukan intervensi karena TD dapat meningkatkan rangsangan simpatis, kemudian turun bila curah jantung dipengaruhi.
2) Evaluasi adanya bunyi jantung S3,S4
R/: Untuk megetahui adanya komplikasi pada GJK gagal mitral untuk S3, sedangkan S4 karena iskemia miokardia, kekakuan ventrikel, dan hipertensi pulmonal /sistemik
3) Auskultasi bunyi napas
R/: Untuk mengetahui adanya kongesti paru akibat penurunan fungsi miokard
4) Berikan makanan porsi makan kecil dan mudah dikunyah, batasi asupan kafein,kopi, coklat, cola
R/: Untuk menghindari kerja miokardia, bradikardi,peningkatan frekuensi jantung
5) Kolaborasi
a) Berikan oksigen sesuai indikasi
R/: Untuk memenuhi kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan disritmia lanjut
b) Pertahankan cairan IV
R/: Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat pada disritmia/nyeri dada
c) Kaji ulang seri EKG
R/: Memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/perbaikan infark, fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit, dan efek terapi obat
d) Pantau laboratorium (enzim jantung, GDA, elektrolit)
R/: Untuk mengetahui perbaikan/perluasan infark adanya hipoksia,hipokalemia/hiperkalsemia
e) Berikan obat antidisritmia
d. Risiko perubahan perfusi jaringan b.d penurunan aliran darah, misalnya vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan tromboemboli
Kirteria Hasil :
 Kulit hangat dan kering
 Nadi perifer kuat
 Tanda vital dalam batas normal
 Kesadran compos mentis
 Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
 Tidak edema dan nyeri
Intervensi :
1) Observasi adanya perubahan tingkat kesadaran secara tiba-tiba
R/: Untuk mengetahui adanya penurunan curah jantung
2) Observasi adanya pucat, sianosis, kulit dingin/lembab da raba kekuatan nadi perifer
R/: Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung
3) Observasi adanya tanda Homan, eritema, edema
R/: Untuk mengetahui adanya trombosis vena dalam
4) Anjurkan klien untuk latihan kaki aktif/pasif
R/: Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan risiko tromboflebitis
5) Pantau pemasukan dan perubahan haluaran urine
R/: Penurunan/mual terus menerus dapat megakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ
6) Pantau laboratorium GDA, kreatinin, elektrolit
R/: Indikator dari perfusi atau fungsi organ
7) Beri obat sesuai indikasi
a) Heparin Untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau pembentukan trombus mural
b) Cimetidine untuk Menetralkan asam lambung dan iritasi gaster
e. Ansietas yang berhubungan dengan ketakutan akan kematian.
Tujuan : Penghilangan kecemasan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarganya serta mekanisme koping
R/: Data tersebut memberikan informasi mengenai perasaan sehat secara umum dan psikologis sehingga gejala pasca terapi dapat dibandingkan.
2) Kaji kebutuhan bimbingan spiritual.
R: Jika pasien memerlukan dukungan keagamaan, konseling agama akan membantu mengurangi kecemasan dan rasa takut.
3) Biarkan pasien dan keluarganya mengekspresikan kecemasan dan ketakutannya.
R/: Kecemasan yang tidak dapat dihilangkan (respons stress) meningkatkan konsumsi oksigen jantung.
4) Manfaatkan waktu kunjungan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran keluarga untuk membantu mengurangi kecemasan pasien.
R/: Kehadiran dukungan anggota keluarga dapat mengurangi kecemasan pasien maupun keluarga.
5) Dukung partisipasi aktif dalam program rehabilitasi jantung.
R/: Rehabilitasi jantung yang diresepkan dapat membantu menghilangkan ketakutan akan kematian, dapat meningkatkan perasaan sehat.
6) Ajarkan tehnik pengurangan stress.
R/: Pengurangan stress dapat membantu mengurangi konsumsi oksigen miokardium dan dapat meningkatkan perasaan sehat.
f. Risiko kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi organ (ginjal), peningkatan natrium/retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
Kriteria hasil :
• Mempertahankan keseimbangan cairan spt dibuktikan oleh TD dalam batas normal.
• Tidak ada distensi vena perifer/vena dan edema dependen.
• Paru bersih dan berat badan stabil.
Intervensi :
1. Auskultasi bunyi napas untuk adanya krekels.
R/: Dapat mengindikasikan edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
2. Catat DVJ, adanya edema dependen.
R/: Di curigai adanya gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
3. Ukur masuka/haluaran, cata pengeluaran, sifat kosentrasi.
R/: Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan haluaran urine.
4. Timbang berat badan tiap hari.
R/: Perubahan tiba-tiba pada berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan volume cairan.
5. Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
R/: Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan pembatasan pada adanya decompensasi jantung.
6. Berikan diet rendah natrium.
R/: Natrium meningkatkan retensi cairan dan harus di batasi.
7. Berikan diuretik spt : furosemid, hidralazin.
R/: Memperbaiki kelebihan volume cairan.


8. Pantau kalium sesuai indikasi.
R/: Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi dan dapat terjadi dengan penggunaan diuretik penurun kalium.
g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi tentang penyakit jantung, status kesehatana yg akan datang, kebutuhan pperubahan pola hidup, tidak mengenal terapi pasca terapi/kebutuhan perawatan diri.
Kriteria hasil :
• Menyataakan pemahaman penyakit jantung sendiri, rencana pengobatan, tujuan pengobatan, dan efek samping merugikan.
• Menyebutkan gejala yang memerlukan perhatian cepat.
• Mengidentifikasi/merencanakan perubahan pola hidup yang perlu.
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetaahuan pasien/orang terdekat dan kemampuan keinginan belajar.
R/: Perlu untuk pembuatana rencana instruksi individu.
2. Beri informasi tentang penyakit yang di derita.
R/: Peneingkatan pengetahauan tenatng penyakit yang di derita.
3. Beri penguatan penjelasan faktor risiko, pembatasan diet/akktivitas, obat, dan gejaala yang memerlukan perhatian medis yang cepat.
R/: Memberikan kesemapatana pada pasien untuk mencakup informasi dan mengasumsi partisipasi dalam program rehabilitasi.
4. Dorong mmengidentifikasi penurunan faktor riisiko indiividu, cth merokok, konsumsi alkohol, kegemukan.
R/: Perilaku ini dapat merugikan langsung pada kardiovaskuler.
5. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver valsava dan aktivitas yang memerlukan tanagan diposisikan diatas kepala.
R/: Aktivitas ini sangat mmeningktakan kerja jantung.
6. Tekankan pentingnys melaporkan terjadinya demam sehubungan dengan nyeri dada menyebar/tidak khas dan nyeri sendi.
R/: Komplikasi pasca IM dari inflamasi perikardial memerlukan evaluasi /intervensi medis lanjut.


























DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E, et all. 2000. Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. EGC: Jakarta

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Lynda Jual Carpenito R.N, M.S.N, 1995, Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 3. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Sylvia A.Price, Lorraine M.Wilson. 1995. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Jilid I. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar