Kamis, 04 Agustus 2011

PROLAPS UTERI

PENDAHULUAN

Kelainan dalam letak alat-alat genital sudah dikenal sejak 2000 tahun sebelum masehi. Catatan-catatan yang ditemukan di Mesir mengenai Ratu Cleopatra, menyatakan prolapsus genitalis merupakan satu ahal yang aib pada wanita dan menganjurkan pengobatannya dengan penyiraman dengan larutan Adstringensia. Dalam hal ilmu kedokteran Hindu kuno menurut Chakraberty, dijumpai keterangan-keterangan mengenai kelainan dalam letak alat genital, dipakai istilah “Mahati” untuk wanita yang lebar dengan sistokel, rektokel dan laserasi perineum.

Juga di Indonesia sejak zaman dahulu telah lama dikenal istilah peranakan turun dan peranankan terbalik. Dewasa ini penentuan letak alat genital bertambah penting artinya bukan saja untuk menangani keluhan-keluhan yang ditimbulkan olehnya, namun juga oleh karena diagnosis letak yang tepat perlu sekali guna menyelenggarakan berbagai tindakan pada uterus.

Prolapsus uteri adalah keadaan yang sangat jarang terjadi. Kebanyakan terjadi pada usia tua dan pada usia muda. Hal ini dapat disebabkan oleh kelemahan dari otot dan struktur fascia pada usia yang lebih lanjut.



DEFINISI

Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis.

KLASIFIKASI

Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan pendapat antara para ahli ginekologi. Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang dikenal, yaitu:

A. Prolapsus uteri tingkat I : serviks uteri turun sampai introitus vagina.

Prolapsus uteri tingkat II : serviks uteri menonjol keluar dari introitus vagina.

Prolapsus uteri tingkat III : seluruh uterus keluar dari vagina. Prolaps ini juga dinamakan Prosidensia Uteri.

B. Prolapsus uteri tingkat I : serviks masih berada dalam vagina.

Prolapsus uteri tingkat II : serviks mendekati atau sampai introitus vagina.

Prolapsus uteri tingkat III : serviks keluar dari introitus vagina.

Prosidensia Uteri : uterus seluruhnya keluar dari vagina.

C. Prolapsus uteri tingkat I : serviks mencapai introitus vagina.

Prolapsus uteri tingkat II : uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagian.

Prolapsus uteri tingkat III : uterus keluar dari introitus vagina lebih besar dari ½ bagian.

D. Prolapsus uteri tingkat I : serviks mendekati processus spinosus.

Prolapsus uteri tingkat II : serviks terdapat antara processus spinosus dan introitus vagina.

Prolapsus uteri tingkat III : serviks keluar dari introitus vagina.

G. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah dengan prolapsus uteri tingkat IV (Prosidensia Uteri).

Klasifikasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut:

Desensus uteri : uterus turun tetapi serviks masih dalam vagina.
Prolapsus uteri tingkat I : uterus turun dengan serviks uteri turun sampai introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat III (Prosidensia Uteri) : uterus keluar seluruhnya dari vagina, disertai inversion uteri.
Prolapsus uteri tingkat II : uterus untuk sebagian keluar sampai vagina.
FREKWENSI

Prolaspsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita dengan pekerjaan yang berat. Djafar Siddik pada penyelidikan selama 2 tahun (1969-1971) memperoleh 63 kasus prolapsus dari 5.372 kasus ginekologi di RS Dr. Pirngadi, Medan. Terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause. Dari 63 kasus tersebut, 69 % berumur 40 tahun. Walaupun jarang sekali prolapsus uteri juga ditemukan pada seorang nullipara.

Kehamilan pada prolapsus total sangat jarang terjadi, mengingat proses koitusnya sukar berhasil, namun kehamilan pada uterus yang mengalami prolapsus parsial lebih sering ditemukan.

ETIOLOGI

Dasar panggul yang lemah oleh kerusakan dasar panggul pada partus (rupture perinea atau regangan) atau karena usia lanjut.
Menopause, hormon estrogen telah berkurang sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.
Tekanan abdominal yang meninggi karena ascites, tumor, batuk yang kronis atau mengejan (obstipasi atau strictur dari tractus urinalis).
Partus yang berulang dan terjadi terlampau sering.
Partus dengan penyulit.
Tarikan pada janin sedang pembukaan belum lengkap.
Ekspresi menurut creede yang berlebihan untuk mengeluarkan placenta.
FISIOLOGIS

Posisi serta letak uterus dan vagina dipertahankan oleh ligament, fascia serta otot-otot dasar panggul. Te Linde (1966) membagi atas 4 golongan, yaitu :

Ligamen-ligamen yang terletak dalam rongga perut dan ditutupi oleh peritonium :
ligamentum rotundum (lig teres uteri) : ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.
Ligamentum sacrouterina : ligamentum yang juga menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding rektum ke arah os sacrum kiri dan kanan.
Ligamentum cardinale (Mackenrodt) : ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus tidak turun. Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah a v uterina.
Ligamentum latum : ligamentum yang berjalan dari uterus ke arah lateral dan tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebetulnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum visceral yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian lateral dan belakang ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum dan dekstrum). Untuk memfiksasi uterus ligamentum ini tidak banyak artinya.
Ligamentum infundibulopelvikum (lig. Suspensorium ovarii) : ligamentum yang menahan tuba fallopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Didalamnya ditemukan urat saraf, saluran-saluran limfe, a v ovarika. Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.


Jaringan –jaringan yang menunjang vagina
Fasia puboservikalis (antara dinding depan vagina dan dasar kandung kemih) membentang dari belakang simfisis ke serviks uteri melalui bagian bawah kandung kencing, lalu melingkari urethra menuju ke dinding depan vagina.
à Kelemahan fasia ini menyebabkan kandung kencing dan juga uretra menonjol ke arah lumen vagina.

Fasia rektovaginalis (antara dinding belakang vagina dan rectum)
à Kelemahan fasia ini menyebabkan menonjolnya rektum ke arah lumen vagina.

Kantong Douglas
Dilapisi peritonium yang berupa kantong buntu yang terletak antara ligamentum sacrouterinum di sebelah kanan dan kiri , vagina bagian atas di depan dan rektum di belakang. Di daerah ini, oleh karena tidak ada otot atau fasia, tekanan intraabdominal yang meninggi dapat menyebabkan hernia (enterokel).

Otot-otot dasar panggul, terutama otot levator ani
Dasar panggul terdiri dari :

diafragma pelvis
diafragma urogenital
otot penutup genitalia eksterna
v Diafragma pelvis :

- otot levator ani : iliokoksigeus, pubokoksigeus dan puborektalis

- koksigeus

- fasia endopelvik

Fungsi levator ani :

mengerutkan lumen rektum, vagina, urethra dengan cara menariknya ke arah dinding tulang pubis, sehingga organ-organ pelvis diatasnya tidak dapat turun (prolaps).
mengimbangkan tekanan intraabdominal dan tekanan atmosfer, sehingga ligamen-ligamen tidak perlu bekerja mempertahankan letak organ-organ pelvis diatasnya.
Sebagai sandaran dari uterus, vagina bagian atas, rectum dan kantung kemih. Bila otot levator rusak atau mengalami defek maka ligamen seperti ligamen cardinale, sacrouterina dan fasia akan mempunyai beban kerja yang berat untuk mempertahankan organ-organ yang digantungnya, sebaliknya selama otot-otot levator ani normal, ligamen-ligamen dan fasia tersebut otomatis dalam istirahat atau tidak berfungsi banyak.
M. Pubovaginalis berfungsi sebagai :
- penggantung vagina. Karena vagina ikut menyangga uterus serta adnexa, vesica urinaria serta urethra dan rectum, maka otot ini merupakan alat penyangga utama organ-organ dalam panggul wanita.

- Robekan atau peregangan yang berlebihan merupakan predisposisi terjadinya prolapsus cystocele dan rectocele

- Sebagai sphincter vaginae dan apabila otot tersebut mengalami spasme maka keadaan ini disebut vaginismus

M. puborectalis berfungsi sebagai :
- penggantung rectum

- mengontrol penurunan feces

- memainkan peranan kecil dalam menahan struktur panggul.

M. iliococcygeus berfungsi sebagai :
- Sebagai lapisan musculofascial.

v Diafragma urogenital

Fungsi diafragma urogenital:

memberi bantuan pada levator ani untuk mempertahankan organ-organ pelvis
PATOLOGI

Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan sampai prolapsus uteri kompleta atau totalis. Sebagai akibat persalinan, khususnya persalinan yang susah terdapat kelemahan-kelemahan ligament yang tergolong dalam fascia endopelvika dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Dalam keadaan demikian tekanan intraabdominal memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus oto-otot berkurang.

Jika serviks uteri terletak di luar vagina, maka ia menggeser dengan celana yang dipakai oleh wanita dan lambat laun bias berbentuk ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus.

Jika fascia didepan dinding vagina kendor oleh suatu sebab, biasanya trauma obstetric, ia terdorong oleh kandung kencing ke belakang dan menyebabkan menonjolnya dinding depan vagina ke belakang, hal ini dinamakan sistokel.

Sistokel ini pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar kar\ena persalinan berikutnya, terutama jika persalinan itu berlangsung kurang lancar, atau harus diselesaikan dengan menggunakan peralatan. Urethra dapat pula ikut serta dalam penurunan itu den menyebabkan urethrokel. Uretherokel ini harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang urethra ada lubang yang menuju ke kantong antara urethra dan vagina.

Kekendoran fascia dibelakang vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina, ini dinamakan rectokel.

Enterokel adalah suatu hernia dari cavum douglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun , oleh karena itu menonjol kedepan, isi kantong hernia ini adalah usus halus atau sigmoid.

GEJALA-GEJALA KLINIK

Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang-kadang penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun. Sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.

Prolaps dapat terjadi secara akut alam hal ini dapat timbul gejala nyeri yang sangat, muntah dan kolaps. Keluhan-keluhan yang hampir dijumpai adalah:

Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna.
Rasa sakit dalam panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring keluhan hilang atau berkurang.
Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri terhadap celana dapat menimbulkan lecet sampai luka dekubitus pada poertio uteri.
Leukorhea karena kongesti pembuluh darah vena daerah serviks dan area infeksi serta luka pada portio uteri.
Coitus terganggu.
Infertilitas karena servicitis.
Incontinentia urine jika sudah terjadi cystokele oleh karena dinding belakang urethra tertarik sehingga faal spingter kurang sempurna.
Kesukaran defekasi pada rektokel. Obstipasi karena fese terkumpul dalam rongga rektokel. Baru dapat dilaksanakan defekasi setelah diadakan tekanan pada rectokel dari vagina.
DIAGNOSIS

Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan genikologi umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus uteri.

Friedman dan Little (1961) mengajukan pemeriksaan sebagai berikut:

Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah portio uteri pada posisi normal, apakah portio dibawah posisi normal, apakah portio sampai introitus vagina, apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina.
BENTUK-BENTUK

Introitus Menganga : mudah dimasuki empat jari.
Cystocele : dinding depan vagina menonjol, dalam tonjolan ini terdapat dinding belakang kandung kemih sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine.





Enterokel : biasanya berisi usus halus atau omentum dan mungkin menyertai uterus turun ke dalam vagina
Rectocele : dinding belakang vagina menonjol beserta dinding depan ampula recti menimbulkan kesukaran pada defekasi.





Prolapsus Uteri : portio tampak dalam introitus.
Prolapsus Uteri Totalis (Procidentia) : uterus tergantung diluar badan, terbungkus oleh vagina. Pada bentuk ini selaput lendir vagina menebal dan sering terjadi ulcus decubitus.

TERAPI

Faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan terapi prolapsus adalah:

- keadaan umum

- Masih bersuami atau tidak

- Keinginan punya anak

- Umur

- Tingkat prolaps

Terapi prolaps dapat dibagi:

A. Terapi Kuratif atau Non Operatif

Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan dan hanya memberikan hasil sementara. Cara ini dilakukan pada prolaps ringan tanpa keluhan, jika yang bersangkutan masih ingin punya anak. Jika penderita menolak untuk dilakukan operasi atau jika kondisinya tidak mengijinkan untuk dioperasi.

Yang termasuk pengobatan tanpa operasi:

1) Latihan-latihan otot dasar panggul

2) Latihan ini sangat berguna pada prolaps yang ringan yang terjadi pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya adalah untuk menguatkan otot dasar panggul atau otot uang mempengaruhi mictio. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.

3) Caranya: penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan panggul, seperti biasanya setelah BAB, atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya.

4) Latihan ini bias menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri dari obsturator yang dimasukkan ke dalam vagina dengan selaput pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur.

5) Stimulasi otot-otot dengan alat-alat listrik

6) Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang dalm pessarium yang dimasukkan dalam vagina.

7) Pengobatan dengan Pessarium

8) Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Jika Pessarium diangkat timbul prolaps lagi. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Kerugian pessarium ini adalah perasaan rendah diri dan pessarium harus dibersihkan sebulan sekali. Untuk penanganan prolapsus uteri selama awal kehamilan, uterus harus direposisi dan dipertahankan dalam posisinya dengan pessarium yang sesuai.

B. Terapi Operatif

1. Ventrofiksasi

Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak dilakukan operasi untuk membuat uterus Ventrofiksasi, dengan cara memendekkan ligamentum Rotundum atau mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.

2. Hysterektomi vagina

Hysterektomi vaginal sebagai terapi prolaps kita pilih kalau ada methroragi, patologi portio atau tumor dari uterus, juga pada prolaps uteri tingkat lanjut.

3. Manchester – Fothergill

Dasarnya ialah memendekkan ligamentum Cardinale. Disamping itu dasar panggul diperkuat ( Perineoplasty ) dan karena sering ada elongasio coli dilakukan amputasi dari portio. Cystokele atau Rectokele dapat diperbaiki dengan Kolporafia anterior atau posterior.

4. Kolpocleisis ( Neugebauer – Le Fort )

Pada wanita tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menghubungkan dinding vagina depan dengan bagian belakang, sehingga lumen vagina ditiadakan dan uterus terletak diatas vagina yang tertutup itu. Akan tetapi operasi ini dapat mengakibatkan tarikan pada dasar kandung kemih kebelakang, sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine, atau menambah inkontinensia yang telah ada. Coitus tidak mungkin lagi setelah operasi.

5. Operasi transposisi dari Watkins ( interposisi operasi dari Wertheim )

Prinsipnya ialah menjahit dinding depan uterus pada dinding depan vagina, sehingga korpus uteri dengan demikian terletak antara dinding vagina dan vesika urinaria dalam hiperantefleksi dan ekstra peritoneal. Disambing itu dilakukan amputasi portio dan perineoplasty. Setelah operasi ini wanita tidak boleh hamil lagi, maka sebaiknya dilakukan dalam menopause.

PROFILAKSIS

Untuk mencegah terjadinya prolaps uteri :

Kandung kemih hendaknya kosong pada waktu partus terutama dalam kala pengeluaran.
Robekan perineum harus dijahit legeartis.
Kala pengeluaran hendaknya jangan terlalu lama supaya dasar panggul jangan lama teregang. Pergunakan episiotomi jika diperlukan.
Memimpin persalinan dengan baik, agar dihindarkan penderita meneran sebelum pembukaan lengkap betul.
Menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta ( perasat Crede ).
KOMPLIKASI

1. Keratinisasi Mukosa Vagina dan Portio Uteri

Procidentia uteri disertai keluarnya dinding vagina ( inversion ) karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputuh-putihan.

2. Dekubitus

Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang dan lambat laun timbul ulcus dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berumur lanjut. Biopsi perlu dilakukan untuk mendapatkan kepastian ada tidaknya karsinoma insitu.

3. Hipertrofi Serviks Uteri dan Elongasio Koli

Jika serviks uteri menurun sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih cukup kuat, maka kerana tarikan ke bawah dari bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan Elongasio Kolli. Hipertrofi ditentukan dengan periksa lihat dan periksa raba sedang pada elongasio kolli serviks uteri pada pemeriksaan raba lebih panjang dari biasa.

4. Gangguan miksi dan stress incontinensia

Pada sistocele berat miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kemih tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bias juga menyempitkan ureter, sehingga bias menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya Cystocele dapat pula mengubah bentuk sudut antara kandung kemih dan urethra akibat stress incontinensia.

5. Infeksi Saluran Kemih

Adanya retensio urine memudahkan timbulnya infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan menyebabkan Pielitis dan pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.

6. Kemandulan

Karena menurunnya serviks uteri sampai dekat pada introitus vagina atau keluar sama sekali dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.

7. Kesulitan Pada Waktu Partus

Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan bias timbul kesulitan pada pembukaan serviks, sehingga kemajuan persalinan terhalang.

8. Haemorhoid

Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan obstipasi dan timbulnya haemorhoid.

9. Inkarserasi Usus Halus

Usus halus yang masuk kedalam enterokel dapat terjepit dan tidak direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit.

PROLAPS UTERI DALAM KEHAMILAN

Kalau uterus dengan prolapsus parsialis menjadi hamil maka biasanya uterus yang membesar itu keluar dari rongga kecil dan terus tumbuh dalam rongga perut. Kalau uterus naik maka serviks ikut tertarik keatas sehingga prolaps tidak tampak lagi atau berkurang.

Jika ada prolaps dalam kehamilan maka baiknya uterus ditahan dengan pessarium sampai bulan keempat, kalau dasar panggul terlalu lemah sehingga pessarium terus jatuh maka pasien dianjurkan istirahat rebah sampai bulan keempat. Istirahat mengurangi penderitaan wanita dan memungkinkan uterus tumbuh secara wajar sampai kehamilan mencapai cukup bulan.


KESIMPULAN

Prolapsus uteri adalah keadaan yang jarang terjadi. Kebanyakan terjadi pada wanita usia tua dan grandemultipara pada masa menopause. Hal ini dapat disebabkan oleh kelemahan dari otot dan struktur fascia pada usia yang lebih lanjut. Prolapsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita dengan pekerjaan berat.

Prolapsus uteri dapat disebabkan oleh dasar panggul yang lemah oleh karena partus yang berulang atau dengan penyulit (ruptur perineum atau regangan) atau usai lanjut, retinakulum uteri lemah, tekanan abdominal yang meninggi, ekspresi menurut Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta.

Keadaan ini dapat menyebabkan komplikasi seperti keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri, dekubitus, hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli, gangguan miksi dan stress incontinensi, infeksi saluran kemih, kemandulan, kesulitan pada waktu partus, haemorrhoid, inkarserasi usus halus.

SARAN

Perlunya pencegah terhadap kemungkinan terjadinya prolaps uteri dengancara mengosongkan kandung kemih pada kala pengeluaran, penjahitan perineum yang lege artis, bila perlu lakukan episiotomi, memimpin persalinan dengan baik, hindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (parasat crede).

Penanganan prolapsus uteri sebaiknya dilakukan dengan menilai keadaan dari keadaan umum pasien, umur, masih bersuami atau tidak, tingkat prolaps sehingga didapatkan terapi yang paling ideal untuk setiap pasien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar